Kamu seperti hujan. Datang dengan sejuta kesejukan namun terasa sangat dingin. Kamu adalah lelaki yang berbeda yang kemarin aku ceritakan. Kamu seperti asa yang tak bisa aku definisikan. Kamu tak pernah bisa aku tebak dengan sejuta logika yang ada.
Maaf jika aku tak pernah melihat ke arahmu sebelumnya, hingga kini kamu yang tak melihat ke arahku. Bodoh? Memang aku sangat bodoh. Tak pernah melihat seseorang yang berjuang karena dulu aku sedang buta hingga kini mati rasa. Tapi itu semua membuatku berpikir bahwa dulu aku memiliki seseorang yang amat peduli kepadaku, tulus, dan begitu sabar.
Sepertinya sungguh sangat terlambat bila aku baru menyadari bahwa kamu memang ada di sana, sempat menanti dan berharap, tapi aku tak pernah menggubrismu. Kamu kini menjadi sebuah semangat baru walau kini kamu tak pernah tergapai dan mengabaikanku. Setidaknya aku merasakan apa yang kamu rasakan dulu.
Kita impas bukan sekarang? Kamu pernah tersakiti dan kini aku merasakan sakit dan pengabaian yang pernah aku berikan padamu. Ya kita impas. Namun sungguh, ini sangat menyiksaku. Bahkan kamu tak pernah tahu bahwa aku berusaha mencari kabar tentangmu sebisaku. Mencoba menghubungimu dan meminta maaf padamu, lalu kamu berkata tidak apa-apa dilanjutkan dengan berkata accountmu sudah lama tidak di aktifkan.
Aku sempat lega mendengarmu bicara seperti itu, tapi, ketika aku bertanya padamu dan berkali kali mencoba menghubungimu, semua hasilnya adalah nihil. Kamu bahkan sama sekali tak pernah membacanya. Bodohnya lagi aku bahkan hampir setiap hari mengirimimu pesan dan chat bahkan pernah dengan nekatnya aku menelponmu.
Gila. Itu sungguh tindakan gila yang jelas jelas takan pernah digubris olehmu tetapi masih saja aku melakukan itu. Bodoh. Memang aku sangat bodoh melakukan semua hal tersebut. Aku seperti orang yang sedang frustasi. Memangnya aku bisa apa? Untuk sekedar mendapat balasan atas pesan yang aku kirim saja sulit apalagi mendapatkan maaf dan kembali berteman denganmu.
Kuharap kamu kembali menjadi matahari yang menghangatkan dan tak pernah pergi. Aku berharap kamu tak pernah menjadi hujan yang dingin dan tak tahu kapan kembali setelah ia pergi. Aku tak ingin kamu seperti hujan yang membawa sejuta kenangan luka ke dalam diri.
Tetaplah menjadi matahari yang aku nanti. Walau kamu tak lagi terbit untukku.
-Pay.
Cigombong. 19032016. 1.41
Maaf jika aku tak pernah melihat ke arahmu sebelumnya, hingga kini kamu yang tak melihat ke arahku. Bodoh? Memang aku sangat bodoh. Tak pernah melihat seseorang yang berjuang karena dulu aku sedang buta hingga kini mati rasa. Tapi itu semua membuatku berpikir bahwa dulu aku memiliki seseorang yang amat peduli kepadaku, tulus, dan begitu sabar.
Sepertinya sungguh sangat terlambat bila aku baru menyadari bahwa kamu memang ada di sana, sempat menanti dan berharap, tapi aku tak pernah menggubrismu. Kamu kini menjadi sebuah semangat baru walau kini kamu tak pernah tergapai dan mengabaikanku. Setidaknya aku merasakan apa yang kamu rasakan dulu.
Kita impas bukan sekarang? Kamu pernah tersakiti dan kini aku merasakan sakit dan pengabaian yang pernah aku berikan padamu. Ya kita impas. Namun sungguh, ini sangat menyiksaku. Bahkan kamu tak pernah tahu bahwa aku berusaha mencari kabar tentangmu sebisaku. Mencoba menghubungimu dan meminta maaf padamu, lalu kamu berkata tidak apa-apa dilanjutkan dengan berkata accountmu sudah lama tidak di aktifkan.
Aku sempat lega mendengarmu bicara seperti itu, tapi, ketika aku bertanya padamu dan berkali kali mencoba menghubungimu, semua hasilnya adalah nihil. Kamu bahkan sama sekali tak pernah membacanya. Bodohnya lagi aku bahkan hampir setiap hari mengirimimu pesan dan chat bahkan pernah dengan nekatnya aku menelponmu.
Gila. Itu sungguh tindakan gila yang jelas jelas takan pernah digubris olehmu tetapi masih saja aku melakukan itu. Bodoh. Memang aku sangat bodoh melakukan semua hal tersebut. Aku seperti orang yang sedang frustasi. Memangnya aku bisa apa? Untuk sekedar mendapat balasan atas pesan yang aku kirim saja sulit apalagi mendapatkan maaf dan kembali berteman denganmu.
Kuharap kamu kembali menjadi matahari yang menghangatkan dan tak pernah pergi. Aku berharap kamu tak pernah menjadi hujan yang dingin dan tak tahu kapan kembali setelah ia pergi. Aku tak ingin kamu seperti hujan yang membawa sejuta kenangan luka ke dalam diri.
Tetaplah menjadi matahari yang aku nanti. Walau kamu tak lagi terbit untukku.
-Pay.
Cigombong. 19032016. 1.41